Tanda-tanda panasnya tahun politik 2018 mulai terlihat. Bahkan, gong dimulainya pertarungan politik itu ditabuh Jenderal (Purn) AM Hendropriyono, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Siapa yang tidak kenal Jenderal Hendro, seorang mantan Kepala BIN yang banyak malang-melintang di dunia intelijen.
Sehingga, ramalan Jenderal Hendro seperti dilansir Beritasatu.com, Jumat, (29/12/2017) yang menyebut Presiden dan Wapres Indonesia pada 2019 adalah perpaduan sipil nasionalis dan sipil ekonomis, tentu sangat menarik dicermati. Kenapa? Tak lain karena prediksi Hendro sama sekali tidak menempatkan kalangan militer sebagai kandidat terkuat presiden maupun wapres.
Padahal, sebagaimana ramai diberitakan, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sudah cukup lama digadang-gadang sebagai capres alternatif di Pilpres 2019 nanti. Prestasi selama memimpin TNI serta kedekatan terhadap kalangan ulama, merupakan salah satu modal politik yang kerap dikaitkan sebagai lokomotif utama Gatot menuju Istana. Setidaknya, kalaupun Gatot bukan sebagai presiden, banyak yang percaya kursi wapres sudah menjadi miliknya.
Jenderal Hendro sebagai ahli intelijen tentu saja telah mempertimbangkan segala ucapan dan tindakannya. Sehingga, ramalan tentang nihilnya calon berlatarbelakang militer di Pilpres 2019 mungkin saja hanyalah “umpan” untuk memancing reaksi dari Gatot. Dengan kata lain, ramalan perpaduan sipil nasional-dan sipil ekonomis sengaja dihembuskan guna mengetahui sejauh mana keseriusan Jenderal Gatot bertarung di Pilpres 2019 nanti.
Apalagi, masih menurut ramalan Hendro, presiden berikutnya adalah seorang yang muda nasionalis-moderat serta pernah memimpin masyarakat dari tataran demi tataran. Tentu yang dimaksud Hendro sesuai kriteria itu tak lain adalah Jokowi. Usianya masih tergolong muda untuk ukuran presiden, pernah menjabat wali kota dan gubernur dan merupakan kader dari partai yang berlandaskan nasionalis.
Untuk wapres, kriterianya adalah sipil berusia muda dan berwawasan internasionalis yang mempunyai segudang pengalaman di bidang ekonomi bisnis. Dengan demikian, hanya kriteria berusia muda yang sesuai dengan Jenderal Gatot.
Di sisi lain, posisi Jenderal Gatot saat ini terbilang dilematis sebab ia masih aktif sebagai TNI sebelum pensiun Maret 2018 nanti. Jika terpancing mengomentari ramalan Hendro, bisa saja dia akan dituding telah bermain politik, sesuatu yang dilarang bagi TNI dan Polri aktif. Sebaliknya, bila memilih diam, Gatot akan kehilangan momentum setidaknya dalam tiga bulan ke depan.
Akankah Jenderal Gatot terpancing ramalan Jenderal Hendro? Menarik dinantikan.
0 Comments:
Post a Comment