TARAKAN - Sebanyak 14 orang WNI menjadi sandera kelompok militan Abu Sayyaf. Untuk membebaskan para sandera TNI tengah menyiapkan tim terlatih dan berpengalaman yakni Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) untuk melancarkan serangan terpadu.
"Serangan lewat udara, darat, dan laut. Semuanya diterjunkan. Sesuai fungsi masing-masing," ujar Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Pangkalan Udara TNI AU Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (18/4).
Gatot menyebut personel PPRC merupakan prajurit-prajurit masuk ketegori orang-orang tidak normal yang punya naluri kuat untuk berperang. Kendalanya, konstitusi negara Filippina masih melarang kekuatan bersenjata negara lain melakukan kegiatan operasi militer di negeri itu.
Itulah sebabnya, TNI dalam kondisi menunggu hasil negosiasi pemerintah kedua negara dan tidak bisa memaksa melakukan operasi militer di Filipina. "Mudah-mudahan saja ada kesepakatan. Jika ada kesepakatan, TNI akan laksanakan operasi kemanusiaan bertujuan menolong manusia yang disandera perompak. Kita punya pengalaman. Sudah banyak berhasilnya," katanya.
Nantinya, pasukan yang diterjunkan untuk pembebasan sandera di Filippina merupakan prajurit-prajurit andal terlatih. "Menolong manusia. Siapa yang dekat, siapa yang paling cepat, ya kita (akan) berangkat ke sana," ujar Gatot.
Menurut Panglima TNI, menjaga wilayah perbatasan juga menjadi prioritas sebab kawasan ini sangat rawan terhadap ancaman pihak luar. Pengamanan dilakukan melalui cara patroli rutin di garis perbatasan di darat dan laut.
Jaga perbatasan Seperti diberitakan, ada 14 WNI yang menjadi korban penyanderaan kelompok militan di Filipina Selatan. Sebanyak 10 orang WNI merupakan anak buah kapal tugboat Brahma, sedangkan empat orang lainnya anak buah tugboat TB Henry.
Anak buah kapal Brahma lebih dulu menjadi koban penyanderaan ketika mereka hendak mengirim batubara ke Filipina. Sedangkan anak buah kapal TB Henry diserang dan diculik ketika hendak kembali dari Filipina ke Tarakan, Jumat (15/4).
Sebanyak dua kapal perang Republik Indonesia (KRI) kini disiagakan di perairan perbatasan Indonesia-Filipina Selatan. "Kita jaga hanya di perbatasan wilayah Republik Indonesia. Tidak masuk ke negara lain. Saya sudah kirim dua KRI," kata Gatot.
Berdasarkan informasi, dua KRI yang diterjunkan ialah KRI Surabaya dan KRI Ahmad Yani. Peralatan militer itu sudah mengarah ke perbatasan sekitar dua hari lalu.
Secara fungsi, KRI Surabaya berperan sebagai sarana armada dalam penanggulangan bencana alam serta diandalkan untuk aksi kemanusiaan. Sedangkan KRI Ahmad Yani bernomor 351 sebagai kapal patroli yang mampu menangkal kapal permukaan, juga antikapal selam dan pesawat udara. Kapal ini juga populer sebagai kapal perang kelas perusak kawal berpeluru kendali yang pertama kalinya dimiliki TNI AL. (tribunkaltim/bud/m04)
Personel PPRC:
- Brimob: 30 orang
- Kopasus (TNI AD): 55 orang
- Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Marinir: 27 orang
- Dentasemen Bravo TNI AU: 38 orang
- Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI AU: 19 orang
- Yonif 613 & Brigif 24 BC: 97 orang
- Peleton Tempur Kostrad: 29 orang
Sumber data: Penerangan Mulawarman
- Kopasus (TNI AD): 55 orang
- Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Marinir: 27 orang
- Dentasemen Bravo TNI AU: 38 orang
- Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI AU: 19 orang
- Yonif 613 & Brigif 24 BC: 97 orang
- Peleton Tempur Kostrad: 29 orang
Sumber data: Penerangan Mulawarman
0 Comments:
Post a Comment