Ketua GMPG: Golkar dan DPR Seolah Milik Pribadi Setya Novanto, Kayak Perusahaan Saja

  
JAKARTA - Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia mengaku terkejut dengan hasil rapat pleno DPP Partai Golkar, Selasa (21/1/12017). Rapat pleno memutuskan Idrus Marham sebagai pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar menyusul status Setya Novanto yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Doli pada awalnya berharap pleno menyinggung soal Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

"Saya berharap pleno membicarakan tentang perubahan secara menyeluruh dari Munaslub. Jalannya adalah pergantian ketua umum Setya Novanto menjadi ketua umum yang baru," kata Doli dalam sebuah acara diskusi di Sekretariat PPK Kosgoro 1957, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2017).

Namun, hal itu tak dibicarakan. Golkar justru menunjuk Idrus sebagai pelaksana tugas ketua umum. Doli menyayangkan keputusan tersebut karena artinya Golkar mempertahankan Novanto sebagai ketua umum.


Ia juga menyayangkan bahwa yang dibicarakan dalam pleno adalah surat dari Setya Novanto soal penunjukan pelaksana tugas ketua umum dan surat bertuliskan tangan Novanto yang meminta tak dicopot, baik sebagai Ketua DPR maupun sebagai anggota Dewan.

Menurut dia, orang-orang yang berpikiran rasional seharusnya tersinggung sengan sikap Novanto tersebut.

"Ini kan seolah DPR dan Golkar kayak milik pribadinya, kayak perusahaan saja. Yang herannya, DPR enggak bunyi sama sekali," ujar Doli.

Padahal, sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Golkar, kondisi Novanto, menurutnya, sudah bisa masuk kategori berhalangan tetap. Oleh karena itu, Novanto harus diganti melalui Munaslub.

Ia berharap, pihak-pihak yang menghendaki perubahan bisa konsisten dalam mendorong perubahan dalam kepemimpinan partai.

"Yang kita perlukan terhadap perubahan ini adalah konsistensi. Maju-mundur terjadi karena memang kepemimpinan sekarang ini mengelola partai dengan mengumpulkan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok yang dikelola menjadi seolah kepentingan partai," tuturnya.
Advertisment

"Sehingga ketika orang mau maju, kemudian disinggung kepentingannya, dia mundur," sambung Doli.

Doli mencontohkan pihak-pihak yang sempat mendorong penonaktifan Novanto sebaga ketua umum beberapa waktu lalu.

Wacana tersebut kemudian gugur seiring dikabulkannya gugatan praperadilan Novanto. Ada pula forum DPD I yang meminta Novanto mundur namun seiring berjalannya waktu, wacana tersebut tak lagi bergulir.

Ke depannya, Doli memandang Golkar perlu memilih pemimpin yang kontras dengan gaya kepemimpinan saat ini.

"Kalau kepemimpinan sekarang lekat atau permisif dengan isu korupsi bahkan ofensif. Sementara isu korupsi adalah salah satu musuh terbesar masyarakat kita," tuturnya.

Setya Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11/2017) dini hari.

Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Meski berstatus tahanan KPK, namun Golkar tetap mempertahankan Novanto sebagai ketua umum dan menunggu hasil praperadilan yang diajukan Novanto.

Rapat pleno DPP Partai Golkar Selasa (21/11/2017) kemudian menunjuk Idrus Marham sebagai pelaksana tugas ketua umum. Atas alasan yang sama, yakni menunggu hasil praperadilan, maka Golkar juga mempertahankan Novanto sebagai Ketua DPR RI.

Penulis: Nabilla Tashandra

Updated: November 22, 2017

0 Comments:

Post a Comment